Header Ads

Vultr $100

STARLINK DAN HIDDEN DANGEROUS BAGI INDONESIA

STARLINK DAN HIDDEN DANGEROUS BAGI INDONESIA

Starlink Hidden Dangerous Bagi Indonesia.
Starlink tak hanya berpotensi membangkrutkan perusahaan nasional di bidang telekomunikasi & internet service provider, seperti group Telkom, Indosat dll, tapi Starlink juga bisa dimanfaatkan kekuatan sparatisme seperti KKB/OPM dll, untuk komunikasi mereka tanpa terdeteksi negara atau pemerintah Indonesia, karena sudah sangat jelas dari sisi penyediaan IP (Internet Protocol) yang tidak disupply oleh IIX (Indonesia Internet Exchange) dimana disini filter-filter data user disupply.

Starlink
IP provider jelas disupply oleh Starlink secara worldwide pada datacenter Internet Exchange mereka yang entah dimana, tapi jelas bukan di Indonesia.

Potensi Starlink mengkoyak NKRI.
Starlink di dunia lebih banyak digunakan oleh negara-negara satelit atau pendukung Amerika Serikat.

Kenapa demikian? Karena Satelit Starlink memiliki perbedaan signifikan dibandingkan satelit biasa seperti Palapa, Satria, Kacific, Telkom 1 & satelit-satelit lain milik Eropa maupun Amerika di luar Starlink.

Starlink itu satelit Low Earth Orbit (LEO) yang beroperasi dengan ketinggian sekitar 340 hingga 1.200 km di atas permukaan bumi.

Starlink ukurannya kecil jumlahnya ribuan dirancang bekerja bersama secara sinkron menyediakan layanan internet. Mereka ini seolah seperti BTS terbang. Dan sejauh ini sudah ada 12.000 satelit Starlink diatas sana yang mengorbit mengitari globe dunia.

Sedangkan Satelit komunikasi konvensional ditempatkan di orbit geostasioner (GEO) sekitar 35.786 km di atas khatulistiwa bumi, berada di satu titik relatif tetap dari permukaan bumi. Untuk bisa melayani publik butuh perangkat stasiun bumi.

Setiap satelit Starlink beratnya sekitar 260 kg. Satelit GEO lebih besar & mahal karena teknologi & perlengkapan lebih kompleks, dengan kebutuhan bertahan di orbit yang lebih lama dan posisi lebih tinggi.

Starlink pakai teknologi phased-array untuk antena, yang memungkinkan satelit mengarahkan sinyal tanpa harus memindahkan satelit itu sendiri.

Sistem ini dirancang untuk latency rendah & kecepatan tinggi. Alat penangkap sinyal satelit hanya menggunakan antena kecil & alat seukuran laptop besar portable yang bisa dipindah-pindahkan.

Sedang Satelit GEO harus pakai antena besar statis yang tetap untuk komunikasi berkapasitas tinggi. Karena itu satelit konvensional butuh mitra untuk mendistribusikan layanannya ke masyarakat. Itulah perusahaan operator seluler & ISP yang menjadi mitranya.

Beda dengan Starlink yang tidak membutuhkan mitra. Mereka bisa melayani langsung ke publik tanpa pihak ketiga. Maka, dengan masuknya Starlink bisa jadi awal kematian perusahaan-perusahan nasional di bidang internet, seluler & satelit.

Selain itu, potensi hilangnya devisa negara yang sangat besar dari pembayaran biasa langganan bulanan dan pembelian peralatannya serta peripherals lainnya seperti router, cable dsb. Karena Starlink menerapkan pembiayaan langsung pada website/aplikasi mereka.

Jadi starlink bukan sekedar perusahaan perangkat & layanan satelit semata, tapi Starlink juga berfungsi sebagai perusahaan internet service provider, bahkan bisa berfungsi sebagai platform digital, mengingat Elon Musk juga memiliki perusahaan X (dulu Twitter) yang sekarang tak sekedar medsos saja tapi juga mengarah menjadi platform media komunikasi.

Ini bahayanya. Perusahaan Starlink trafik & kontennya di luar jangkauan yuridiksi, kedaulatan digital & kewenangan hukum nasional Indonesia, selain bisa dimanfaatkan untuk melawan kedaulatan negara & mengancam keamanan nasional.

Perusahaan Starlink sebagai perusahaan Amerika Serikan dilindungi US Cloud Act 2018 (https://www.justice.gov/criminal/cloud-act-resources#:~:text=The%20United%20States%20enacted%20the,crime%20to%20sexual%20exploitation%20of) https://www.justice.gov/d9/pages/attachments/2019/04/09/cloud_act.pdf Data yang mereka kumpulkan atau berada di perusahaan itu tidak boleh diakses negara lain (termasuk Indonesia), tapi harus (wajib) terbuka pada pemerintah & penegak hukum Amerika Serikat.

Persoalannya Starlink apa mau nurut hukum di Indonesia atau hukum AS?

Kalau mereka melayani Papua atau daerah konfik lain, datanya bisa diakses intelejen & pemerintah Amerika Serikat untuk kepentingan politiknya.

Sebaliknya data-data itu tidak bisa diakses pemerintah Indonesia. Disitulah kenapa Starlink berbahaya bagi NKRI, saat melayani wilayah pegunungan & pedalaman Papua.

Seperti yang terjadi di Ukraina, Starlink dipakai tentara Ukraina melawan Rusia. Rusia kewalahan karena pergerakan pasukannya bisa terpantau tentara Ukraina.

Lalu apa jadinya kalau OPM/KKB juga pakai fasilitas Starlink? Terlebih kalau gerakan itu didukung asing, siapa yg tanggung jawab jika menjadi makin besar, canggih dan mampu melawan TNI/Polri atau kekuatan negara.

Iklan judi online yang masih bertebaran di Meta Network (Facebook, Instagram), Google Ads saja membuat Kominfo keok tidak bisa berbuat banyak selain tetap menjadi pecundang sebagai badan legal negara yang seharusnya menangani masalah ini. Bahkan di platform Twitter dengan mudah ditemukan konten-konten pornografi sampai open BO.

Kominfo tidak mampu berbuat apapun padahal semuanya terfilter pada datacenter IIX (Indonesia Internet Exchange), apalagi ini, Starlink, provider internet dengan datacenter terdekat berada di Pert, Australia, dimana Kominfo gak punya hak yuridiksi apalagi intervensi.

Masalah lain yang jelas akan menjadi efek domino adalah privacy data.
Seperti yang pernah saya mention jauh sebelum ini. Kita tuh udah gak punya privacy data yang harusnya menjadi hak warga negara dan kewajiban instansi/badan terkait untuk melindunginya. (read: Privacy Data). Hal injection redflag yang dilakukan salah satu Marketplace besar di Indonesia beberapa waktu lalu, sudah menjadi rahasia umum bahwa marketplace tertentu melakukan redflag alias membanjiri pasar Indonesia dengan produk-produk import China.

Enggak cukup membanjiri doang, tapi, produk-produk import yang masuk itu sesuai dengan behavior market di Indonesia dan sangat laris manis. Tampah import China, batik import, produk-produk endemik Indonesia pun ber-Made in Beijing dan sebagainya, dan sebagainya.

Kok bisa ya? itulah yang disebut dengan algoritma data. Algorima yang mengambil data² pengunjung hingga pembeli untuk medapatkan details tentang behaviors, geo stats, IP providers, dan lebih detail lagi, jika Sampeyan "teledor" menggunakan internet, maka Sampeyan udah gak ada harganya di mata algoritma.

Bagi rakyat kecil tahunya internet murah & sampai pelosok-pelosok pasti didukung. Tapi bagaimana konsekuensinya, itu yang harus dipikirkan. Agak mending kalau Elon Musk bersedia setuju dan komit tunduk pada UU Indonesia. Lalu wilayah layanan tidak mencakup wilayah rawan seperti Papua? Apakah Elon Musk mau?